Talasemia merupakan suatu penyakit darah yang ditandai dengan berkurang atau ketiadaan produksi dari hemoglobin normal. Talasemia biasanya terjadi di daerah-daerah dimana terjadi endemik malaria, khususnya malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum
Darah terdiri dari plasma yang berupa cairan, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi, dan trombosit berfungsi untuk mekanisme pembekuan darah. Eritrosit membawa satu protein yang disebut hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen di paru-paru, membawanya ke peredaran darah, dan melepaskannya ke sel dan jaringan tubuh.
Molekul hemoglobin terdapat pada semua eritrosit dan menjadi penyebab dari merahnya warna darah manusia. Hemoglobin terdiri dari haem (suatu kompleks yang terdiri dari zat besi) dan berbagai macam globin ( rantai protein yang ada di sekeliling kompleks haem).
Pada orang normal, hemoglobin dibagi menjadi :
1. Hb A (95%-98%)
HbA mengandung dua rantai alpha (α) dan dua rantai beta (β).
1. Hb A2 (2%-3,5%)
HbA2 mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai delta (δ).
1. Hb F (<2%)
HbF diproduksi pada saat masa kehamilan dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. HbF mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai gamma (γ).
Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut.
Klasifikasi Talasemia (1,2,3)
Berdasarkan gangguan pada rantai globin yang terbentuk, talasemia dibagi menjadi :
1. Talasemia alpha
Talasemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang ada. Talasemia alpha dibagi menjadi :
• Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha).Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom).
• Alpha Thalassaemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha). Penderita mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).
• Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha). Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali).
• Alpha Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin aplha). Talasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada talasemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha talasemia mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2. Talasemia Beta
Talasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada. Talasemia beta dibagi menjadi :
• Beta Thalassaemia Trait. Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer).
• Thalassaemia Intermedia.Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
• Thalassaemia Major (Cooley’s Anemia).Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
Diagnosis Talasemia (2,3)
Diagnosis dari talasemia diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan darah, seperti :
FBC (Full Blood Count)
Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah merah.
Sediaan Darah Apus
Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu dapat juga dievaluasi bentuk darah, kepucatan darah, dan maturasi darah.
Iron studies
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia.
Haemoglobinophathy evaluation
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin yang ada dalam darah.
Analisis DNA
Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada talasemia.
Terapi Talasemia
Sebagian besar penderita talasemia tidak memerlukan terapi. Penderita talasemia HbH dan talsemia intermedia memerlukan pengawasan yang ketat dan kadang-kadang harus menjalani transfusi darah. Pemberian asam folat kadang dapat diberikan, tetapi suplemen zat besi tidak dianjurkan.
Penderita Major Beta Thalassaemia memerlukan transfusi secara reguler setiap enam sampai delapan minggu tergantung dari derajat anemia. Transfusi darah secara terus menerus ini dapat menimbulkan kelebihan zat besi di dalam tubuh, yang disebut hemosiderosis. Keadaan ini dapat menimbulkan efek jangka panjang yang berbahaya karena dapat menyebabkan gagal jantung dan hati. Oleh sebab itu biasanya transfusi darah disertai dengan penggunaan obat-obatan yang dapat menurunkan kadar zat besi dalam tubuh (chelating agent).
Pada beberapa keadaan, kadang diperlukan suatu tindakan operasi untuk mengambil limpa dari dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak. Terapi lain dapat berupa transplantasi sumsum tulang. Prosedur ini menjanjikan kesembuhan pada penderita talasemia namun angka keberhasilan sampai saat ini sulit diprediksi.
Koenzim Q10 dan Talasemia (4)
Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di dalam tubuh akibat talasemia, menyebabkan timbulnya aktifasi oksigen atau yang lebih dikenal dengan radikal bebas. Radikal bebas ini dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan organel sel, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Biasanya kerusakan ini terjadi di organ-organ vital dalam tubuh seperti hati, pankreas, jantung dan kelenjar pituitari. Oleh sebab itu penggunaan antioksidan, untuk mengatasi radikal bebas, sangat diperlukan pada keadaan talasemia.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Siriraj Hospital, Universitas Mahidol , Bangkok, Thailand, ditemukan bahwa kadar koenzim Q 10 pada penderita talasemia sangat rendah. Pemberian suplemen koenzim Q 10 pada penderita talasemia terbukti secara signifikan mampu menurunkan radikal bebas pada penderita talasemia. Oleh sebab itu pemberian koenzim Q 10 dapat berguna sebagai terapi ajuvan pada penderita talasemia untuk meningkatkan kualitas hidup.
Daftar Pustaka :
1. What is Thalassemia. Nothern California Comprehensive Thalassemia Center 2005 (cited 2007 August);1(1): Available from URL : http://www.thalassemia.com/what_is_thal.html
2. Thalassaemia. NHS Direct 2007 (cited 2007 August);(1):Available from URL : http://www.nhsdirect.nhs.uk/articles/article.aspx?articleId=361§ionId=1
3. Thalassaemia. Lab Test online 2006 (sited 2007 August);1(1): Available from URL : http://www.labtestsonline.org.uk/understanding/conditions/thalassemia.html
4. Kalpravidh RW, Wichit A, Siritanaratkul N, Fucharoen S. Effect of coenzyme Q10 as an antioxidant in β-thalassemia/Hb E patients. BioFactors 2005 (cited 2007 August);1(1): Available from URL : http://iospress.metapress.com/app/home/contribution.asp?referrer=parent&backto=issue,28,32;journal,11,50;linkingpublicationresults,1:103144,1
Sumber : http://www.fortunestar.co.id/penyakit-lain/7-talasemia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar